Kamis, 21 Januari 2016

Pertemuan Macam Apa Ini ?

Kring . . . Kring . . . Kring . . . Alarm di hapeku berbunyi. “Duh berisik sekali ! Ganggu orang tidur aja nih ! Hash !” Omelku sambil mata masih dalam keadaan tertutup. Dengan perasaan jengkel, ku cari-cari hapeku di sana-sini dan akhirnya kutemukan juga. Kumatikan alarm hapeku kemudian ku lanjutkan lagi tidurku. Jelas saja aku sangat ngantuk, gara-gara mengerjakan skripshit tadi malam.

15 menit berselang kali ini lagu Helena feat arash yang berbunyi tanpa henti di hapeku. “Duh, apa lagi ini yang menggangguku”. “Hoammmm . . .” aku menguap sambil melihat layar hape. “Cito ? Kenapa Cito telpon di jam-jam segini ? Ada perlu apa dia ?”, Tanyaku dalam hati.

Aku masih tertegun sambil mengingat dan berpikir. Tiba-tiba aku terperanjat karena memang sepertinya aku meluakan sesuatu. “OMG, aku lupa ada janji sama Cito dan temannya ! Jam berapa ini ?”. Kuberanikan diri melirik ke arah jam dinding. “Jam 15.10 ? wah, aku janjian jam 15.00”. Sambil kebingungan aku lari ke arah kamar mandi, “Aku belom siap-siap nih. Apa yang harus kulakukan ?”.

Sehabis cuci muka, tentu saja tanpa mandi ku angkat telpon Cito, “Iya to ? ini aku masih siap-siap maaf ketiduran ? apa kau sudah pulang ? apa, kau sudah menungguku 30 menit ? oke iya iya tunggu sebentar aku keluar”.

Setelah menutup telpon dari Cito aku berlari ke luar sambil tergesa-gesa. Aku berpikir semakin cepat aku menemuinya semakin baik. Semoga pertemuan ini cepat berakhir. Dan aku sudah tidak akan segera terbebas oleh ocehan-ocehan dan teror-teror SMS serta telpon dari Cito.


“Hai to maaf membuat lama menunggu”, Sesalku. “Oh gapapa yun, santai aja. Oiya, langsung aja ini kenalkan temanku” Cerocosnya. “Kalo masalah nama dan lain-lain silahkan kalian berdua kenalan sendiri”, Katanya sambil menggoda.

Aku nervous, gugup, dan tanganku berubah jadi dingin seperti habis keluar dari lemari es. Dia menguluran tangannya, dan otomatis akupun harus menjabat tangannya. Karena saking gugupnya aku salah dalam bersalaman. Dia dan Cito tertawa terbahak-bahak. Duh, malunya aku.

“Rio”, ucapnya lirih. “Yuna”, Balasku sambil tersipu. Akupun langsung duduk di samping Rio. Terpaksa aku duduk di sampingnya karena memang tidak ada tempat lain, hehehe. Suasana pun menjadi hening dan tak mencair. Akupun tak tahu apa yang harus kulakukan dan apa yang harus kami perbincangkan. Aku tidak berani menatap Rio. Sedangkan Cito ? Dia sibuk dengan hapenya dan berbicara dengan orang yang diseberang sana.

Jujur saja, memang tidak ada yang bisa kita perbincangkan karena aku dan Rio berasal dari kampus yang berbeda, teman-teman yang berbeda, asal daerah yang berbeda. Hanya jurusan kami sajalah yang agak sama. Selain itu, Rio juga kelihatan dingin. Dia dingin atau jaim ya ? Entahlah, aku tidak perduli akan hal itu. Yang aku tahu hanya satu, sepertinya aku dan Rio tidak cocok satu sama lain.

Suasana mencair setelah Cito mengajak kami mengobrol. Perlahan, Rio pun mulai asik mengobrol dan ternyata Rio pun juga cerewet. Kesan dingin pun perlahan pudar dari dirinya. Dan aku, hanya mengobrol sedikit karena aku masih gugup. Hanya sesekali saja aku mengeluarkan suaraku dan tentu saja tanpa melihat kearah Rio. Aku benar-benar tidak berani menatapnya. Ada apa denganku ?