Senin, 03 Agustus 2015

OMG Mantan ! ! !



Aku kaget karena rupanya orang yang kutabrak tadi mengenaliku. Akhirnya ku arahkan mataku kepadanya. Mataku terbelalak, jantungku rasanya mau copot, badanku kaku tidak bisa digerakkan, suaraku hilang entah kemana melihat sesosok orang yang berdiri dihadapanku. Aku hanya bisa menjerit di dalam hati, Astaga mantan . . . ! ! !
“Iya benar kau Yuna. Bagaimana kabarmu Yun ? Apa kamu gak apa-apa ?”, Tanya orang tersebut kepadaku.

Aku masih terdiam terpaku dengan jantung berdegup kencang. Begitu kencangnya degup jantungku sampai-sampai aku bisa mendengarnya di telingaku.


“Yun, kamu gak papa ?”, Tanyanya sekali lagi sambil mengayunkan tangannya di depan wajahku yang sedang terpaku seolah ingin menyadarkanku.
“Oh, iya . . eh iya . . aku gak papa ian”, Jawabku sekenanya.
Entah mimpi apa aku semalam sampai aku harus bertemu dengan mantanku seperti ini. Benar-benar hari ini sepertinya aku kurang hoki.
Yap, namanya Rian, mahasiswa semester akhir (*satu angkatan denganku), satu kampus denganku tetapi kita berbeda jurusan. Dia tak lain adalah mantanku yang paling brengsek (*menurutku). Dialah yang mentigakan aku saat aku masih jadi pasangannya. Dan taukah apa yang dikatakan saat dia ketahuan mempunyai pacar lebih dari satu ? Beginilah ocehannya “Bener pacarku banyak, tapi yang ku seriusin Cuma satu Yun, dan itu kamu”. Dasar buaya ! Mana mungkin aku mempercayai ocehan seperti itu. Sekali pengkhianat tetap pengkhianat, itu pemikiranku. Mulai saat itulah aku sangat membencinya dan aku tak ingin lagi menemuinya.
Tapi sepertinya takdir berkata lain, aku sekali lagi harus bertemu dengan si brengsek ini. Dan itu menambah rasa benciku kepadanya. “Emm, permisi ian aku mau lewat”, kataku sambil tergopoh-gopoh.
“Kau selamat waktu itu tidak merasakan tamparanku, tendanganku bahkan pukulanku. Kau beruntung waktu itu aku hanya memakimu dan merusakkan kedua hapemu !”, Gumamku sambil berlalu dari hadapan Rian. Iya, waktu dulu aku memutuskan Rian, aku hanya memakinya serta membanting kedua hapenya ke lantai hingga berkeping-keping karena aku murka, marah dan kesal. Itu pantas dia terima.
“Yun, tunggu sebentar ! ada yang ingin ku bicarakan kepadamu”, teriaknya. Aku berhenti dan menengok ke arahnya dengan ekspresi muka penuh dengan tanda Tanya besar. “Kita cari tempat untuk duduk dan berbicara. Aku berjanji hanya sebentar saja”, Tambahnya.
Apa ? Apa yang barusan dia katakana ? Apa dia tidak waras ? Apa dia tidak punya rasa malu atas perbuatannya kepadaku dulu ? Aku makin kesal kepadanya atas ucapannya barusan. Tanpa mempedulikan apa yang dibicarakannya aku melanjutkan jalanku. Tapi hal yang terduga terjadi, dia berlari ke arahku dan menarik tanganku. “Yun, tunggu !” Ucapnya.
“Apa yang sebenarnya kamu inginkan Rian ? Kalau kamu ingin bicara, bicaralah sekarang !” Ucapku ketus sambil menarik tanganku yang dipegangnya.

“Beri aku sedikit waktu, ada yang ingin kubicarakan kepadamu. Kumohon . . .”, Ucapnya lirih.

0 komentar:

Posting Komentar